Dialog Nasional Tata Kelola Internet Indonesia – 2017
(2017 ID-IGF National Dialogue)
Term of Reference
Indonesia dan Tata Kelola Internet di Indonesia
Pada tanggal 1 November 2012, Indonesia telah mendeklarasikan Forum Tata Kelola Internet Indonesia (Indonesia Internet Governane Forum / ID-IGF) yang mengakui dengan jelas pentingnya kerjasama antara beragam pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan Internet di Indonesia. Deklarasi yang ditandatangani oleh lebih dari 20 (dua puluh) pemangku kepentingan ini merupakan kali pertama Dialog Nasional Tata Kelola Internet Indonesia dilakukan. ID-IGF kemudian menghela perhelatan Global Internet Governance Forum (IGF) VIII yang diadakan di Bali pada 22-25 Oktober 2013.
Penyelenggaraan Global IGF 2013 di Bali itu adalah pertama kalinya perhelatan tata kelola Internet yang diampu oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut diselenggarakan dalam konsep pemangku kepentingan majemuk (multi-stakeholder) dan diklaim berbagai pihak sebagai penyelenggaraan IGF terbaik sepanjang masa. Indonesia pun memberikan contoh konkrit kepada dunia tentang bagaimana prinsip multi-stakeholder dijalankan baik dari segi persiapan, pendanaan, penyelenggaraan hingga audit keuangannya yang dilakukan secara transparan, akuntabel dan profesional.
Berangkat dari pemahaman dan pengalaman yang sudah dijalani, Indonesia Internet Governance Forum (ID-IGF), sebuah gugus tugas yang dibuat secara ad-hoc sejak tahun 2012, merasa sangatlah penting mengikutsertakan lebih banyak pihak yang beragam demi penyelenggaraan Tata Kelola Internet Indonesia yang lebih baik. Atas dasar itulah, ID-IGF telah pula menyelenggarakan Dialog Nasional Tata Kelola Internet Indonesia ke-2 pada tanggal 20 Agustus 2014 dan ke-3 pada 15 November 2016.
Adapun untuk Dialog Nasional yang ke-4, rencananya akan diselenggarakan pada 28 Oktober 2017, akan bertemakan “Transformasi Digital: Siapkah Indonesia?”
Dalam proses transformasi digital, pelaku bisnis telekomunikasi dan Internet akan melihat tata kelola Internet melalui kacamata pembangunan infrastruktur teknis. Akademisi komputer dan bahasa pemrograman, memberi perhatian kepada pengembangan standar dan aplikasi yang berbeda-beda. Pegiat Hak Asasi Manusia dan organisasi masyarakat sipil (civil society organization – CSO) memandang tata kelola Internet dari perspektif kebebasan berekspresi, privasi dan hak asasi manusia. Praktisi hukum berkonsentrasi pada yurisdiksi dan penyelesaian sengketa. Pemerintah fokus pada isu-isu yang berkaitan erat pada proses dan perlindungan kepentingan nasional. Sementara itu pelaku bisnis di Internet akan melihat tata kelola Internet dari sudut pandang keamanan transaksi online.
Jika disusun dalam sebuah daftar, berbagai sudut pandang profesional yang seolah saling berseberangan namun sejatinya saling melengkapi tersebut, adalah bentuk dinamika yang jamak dalam konteks tata kelola Internet bagi negara manapun, juga baik secara bilateral maupun multilateral.
Pemerintah Indonesia pun mempunyai visi pada tahun 2020, Indonesia menjadi negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara dengan memfokuskan pengembangan ekonomi digital berbasis lokal yakni UMKM dan bisnis rintisan. Targetnya tercipta 1000 digital start-up dengan valuasi bisnis 10 miliar dolar AS, pertumbuhan e-commerce 50 persen per tahun dan transaksi 130 miliar dolar AS.
Ekonomi digital, atau kerap pula disebut sebagai internet ekonomi bukanlah melulu soal transaksi online e-commerce. Ekonomi internet sejatinya adalah aspek ekonomi yang berbasiskan pada pemanfaatan dan pemberdayaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) digital. Kawasan Asia Tenggara adalah cawan petri yang ideal untuk menyuburkan ekonomi berbasiskan teknologi tersebut. Ada 5 (lima) teknologi (disruptive technology) yang paling potensial menjadi katalis pertumbuhan ekonomi digital dan perubahan sosial di kawasan Asia Tenggara, berdasarkan hasil riset McKinsey Global Institute yang dirilis pada November 2014.
Kelima teknologi tersebut yaitu: mobile internet, big data, internet of things (IoT), automation of knowledge dan cloud technology. Kelima teknologi tersebut dapat memberikan dampak yang maksimal ketika memang diimplementasikan secara harmonis, untuk memberikan efisiensi dan efektifitas proses bisnis yang ada.
Semisal contoh sehari-hari yang dapat dirasakan oleh publik di wilayah urban, yaitu kesediaan (informasi) transportasi publik. Teknologi internet of things memungkinkan adanya data (pelacakan) posisi moda tranportasi tertentu, yang kemudian data tersebut dikirimkan ke cloud via layanan mobile internet untuk dilakukan komputasi. Hasilnya antara lain informasi yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna jasa transportasi publik tersebut, semisal perkiraan waktu ketibaan kendaraan, durasi perjalanan, alternatif moda transportasi berdasarkan preferensi individual, dan sebagainya.
Jika lantas disandingkan dengan ketersediaan, integrasi pengelolaan dan visualisasi data dari sejumlah sektor lainnya melalui teknologi big data, maka tentu pemerintah akan dapat menyusun kebijakan pelayanan publik yang lebih komprehensif, tidak sekedar urusan transportasi, yang kemudian dapat meningkatkan kenyamanan dan kualitas hidup masyarakat.
Pun sejumlah layanan publik yang sifatnya administrasi (paperwork) dapat secara bertahap menerapkan teknologi automation of knowledge, untuk meminimalisir kesalahan dan penyimpangan serta mendorong penghematan biaya operasional.
Dalam riset McKinsey bertajuk “Southeast Asia at the Crossroad: Three Paths to Prosperity” tersebut bahwa gelaran teknologi pengguncang pada kawasan Asia Tenggara berpotensi memberikan sumbangan dampak ekonomi tahunan hingga senilai USD 220 miliar hingga USD 625 miliar per 2030.
Dan teknologi TIK tersebut disyaratkan pula implementasinya adalah pada sektor pembangunan sumber daya alam, infrastruktur, agrikultur dan pangan, konsumer dan retail, manufaktur, jasa keuangan, layanan kesehatan, pendidikan dan layanan pemerintah. Tentu saja ada teknologi lainnya, jika terkait ekonomi digital, semisal mobile payments, e-commerce, online gaming, dan online advertising.
Adapun posisi Indonesia dibandingkan negara lain dalam rangka meraup sebesar mungkin potensi keuntungan yang dikandung dalam transformasi digital dan ekonomi digital, dapat diacu salah satunya pada “Global Information Technology Report” yang dilansir oleh Word Economic Forum pada April 2015.
Dalam laporan tersebut terdapat pemeringkatan tahunan “The Networked Readines Index” 2016 yang dilakukan terhadap 139 negara di dunia. Pemeringkatan ini secara umum mengukur tingkat kesiapan ekosistem suatu negara dan masyarakatnya untuk memberdayakan infrastruktur TIK serta konten/layanan digital guna meningkatkan daya saing ekonomi dan kesejahteraan kehidupan.
Berdasarkan data yang ada, untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia (dunia #73) ternyata berada di posisi ke-5 setelah Singapura (dunia #1), Malaysia (dunia #31) dan Thailand (dunia #62).
Secara umum ada 10 indikator yang diukur untuk menentukan peringkat tersebut di atas, yaitu: kebijakan dan politik, bisnis dan inovasi, infrastruktur, daya beli, keahlian sdm, pemanfaatan oleh individu, pemanfaatan oleh sektor bisnis, pemanfaatan oleh pemerintah, dampak ekonomi dan dampak sosial.
Berdasarkan peringkat Indonesia di atas, maka jelas pekerjaan rumah Indonesia masih cukup banyak agar potensi ekonomi Internet tidak berlalu begitu saja, pun hanya dinikmati oleh segelintir negara tetangga. Sehingga, menurut McKinsey, perlu ada sejumlah persiapan negara di kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia) ingin turut mendulang manfaat ekonomi Internet seluas-luasnya. Persiapan tersebut diantaranya adalah:
- Membangun infrastruktur backbone (termasuk koneksi fiber optic dan mobile network) yang dapat melayani akses Internet secara universal dengan biaya terjangkau,
- membangun kerangka kebijakan (tata kelola Internet) yang terkait dengan:
- privasi online (perlindungan data pribadi dan data sharing)
- cybersecurity
- pengadopsian TIK oleh pengusaha usaha kecil dan menengah (UKM).
Ketika transformasi digital dan ekonomi Internet adalah juga bicara tentang kondisi dan diplomasi kepentingan geo politik (dan konektifitas infrastruktur Internet) global, maka para pemangku kepentingan di Indonesia perlu untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang strategi optimal menggarap potensi yang ada melalui Dialog Nasional Tata Kelola Internet Indonesia ke-4 pada 28 Oktober 2017 nanti.
Adapun yang dimaksud secara khusus tentang Tata Kelola Internet, berdasarkan World Summit on the Information Society (WSIS) adalah:
“Pembangunan dan penerapan prinsip-prinsip, norma-norma, aturan-aturan, prosedur-prosedur pembuatan keputusan, dan program-program yang membentuk evolusi dan penggunaan Internet secara bersama-sama, oleh pemerintah, swasta dan masyarakat sipil dalam peran masing-masing.”
Perangkat kognitif tata kelola Internet adalah serangkaian perangkat untuk mengembangkan kebijakan dan menyusun argumentasi dari kebijakan-kebijakan tersebut. Perangkat ini selain memiliki sejumlah fungsi praktis bagi mereka yang bergerak dalam tata kelola Internet, juga membantu untuk menelisik tumpukan informasi, dokumen dan kajian tentang tata kelola Internet, dan membantu mengembangkan narasi kebijakan dan pemahaman terhadap pendekatan kebijakan lainnya. Intinya, perangkat ini memperkuat kualitas negosiasi dengan membuka peluang lebih banyak untuk keterbukaan dan solusi yang berbasis pada kompromi.
Perangkat ini juga terkait dengan model tata kelola Internet yang terus bertumbuh, dan saat ini berada pada tahap-tahap awal perkembangannya. Pengalaman dengan model tata kelola sektor lainnya di internasional (seperti tata kelola lingkungan hidup, transportasi udara, pengendalian senjata) menunjukkan, bahwa yang dilakukan kali pertama adalah mengembangkan kerangka kerja untuk dijadikan acuan bersama. Di dalamnya termasuk nilai-nilai, persepsi terhadap hubungan sebab-akibat, model penalaran, terminologi, kosakata yang digunakan, jargon dan singkatan-singkatan. Kerangka kerja acuan ini, karena itu menjadi sangat penting dalam kehidupan politik karena menentukan bagaimana isu-isu tertentu dikemas berikut tindakan yang perlu diambil.
Dalam banyak kasus, kerangka kerja acuan ini dipengaruhi oleh budaya profesi tertentu (pola pengetahuan dan perilaku yang dianut oleh anggota profesi yang sama). Kerangka kerja ini biasanya juga membantu memfasilitasi komunikasi dan pemahaman yang lebih baik. Selain itu, bisa digunakan untuk melindungi profesi tertentu itu, dan mencegah campur tangan pihak luar yang tidak berkepentingan dan/atau dapat merugikan kepentingan bersama. Model tata kelola Internet faktanya terbilang kompleks karena melibatkan begitu banyak isu, pelaku, mekanisme, prosedur juga instrumen. Sifat dari tata kelola Internet, diwarnai oleh sejumlah kemungkinan yang bisa mempercepat proses perubahan, dan sederet tantangan yang menentukan tujuan pengembangan kebijakan untuk alasan tertentu. Dalam banyak kasus, sebuah problematika menjadi gejala atas sejumlah problematika lainnya.
Termasuk di Indonesia, perlu adanya tata kelola Internet Indonesia yang dirumuskan bersama oleh pemangku kepentingan majemuk (multi-stakeholder), yaitu dari unsur pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, akademisi dan komunitas teknis. Harapannya, dengan semangat dialog yang kolaboratif, egaliter dan inklusif antar para pihak, maka penyusunan, pelaksanaan dan pengawasan tata kelola Internet di Indonesia akan menjadi lebih baik kedepannya. Tata kelola Internet yang professional, transparan dan akuntabel akan dapat mendorong pemaksimalan potensi manfaat dan dampak positif Internet untuk masyarakat Indonesia, serta meminimalisir potensi kerugian dan dampak negatifnya.
TUJUAN
Penyelenggaraan Dialog Nasional Tata Kelola Internet 2017 ini ditujukan untuk :
- Memetakan potensi langkah bersama pemangku kepentingan majemuk (multi-stakeholder) yang sinergis dan konstruktif dalam koridor Tata Kelola Internet Indonesia yang transparan, akuntabel dan professional.
- Memperluas jaringan dan jangkauan pemangku kepentingan yang dapat aktif berkontribusi dalam membangun diskursus Tata Kelola Internet Indonesia.
- Menyusun sejumlah rekomendasi atas Tata Kelola Internet Indonesia sebagai penopang pembangunan Indonesia dalam koridor tranformasi digital dan ekonomi digital.
TEMA
“Transformasi Digital: Siapkah Indonesia?”
BENTUK KEGIATAN
Dialog Nasional Tata Kelola Internet merupakan forum yang membahas berbagai topik/materi seperti tersebut diatas dengan menghadirkan para narasumber yang kompeten dibidangnya. Pembahasan topik/materi dimaksud akan berbentuk diskusi dan dialog untuk menghasilkan gambaran dan gagasan terkini terkait Tata Kelola Internet Indonesia.
Adapun hasil Dialog Nasional ini selain sebagai rekomendasi penting para pemangku kepentingan terkait, juga akan menjadi rujukan posisi Indonesia pada Global Internet Governance Forum (IGF) 2017 di Jenewa, Desember 2017
PESERTA
- Terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berminat untuk terlibat dalam mewujudkan Tata Kelola Internet transparan, akuntabel dan professional.
- Setiap peserta dikehendaki untuk terlibat dalam membahas, memberikan masukan dan usulan untuk setiap topik/materi yang terbagi dalam beberapa sesi workshop/diskusi
- Target minimum 250 (dua ratus lima puluh) peserta dan maximum 500 (lima ratus peserta).
AGENDA
PELAKSANAAN
Hari / Tanggal : Sabtu, 28 September 2017
Waktu: 08.00 – 18.15 WIB
Lokasi : Akan diinformasikan segera