Report UN IGF Meeting*

*) dilaporkan oleh Donny B.U, Perwakilan Indonesia untuk Multistakeholder Advisory Group (MAG) IGF – UN Meeting. Dapat dihubungi via email dbu [at] donnybu.id

  • 6-8 Juli 2021, Jenewa
  • Mengikuti rapat dengan agenda IGF 2022 Second Open Consultations and MAG Meeting
  • Menyampaikan masukan dari MAG ID-IGF sebagai berikut:
  • I am here representing the Indonesian MCIT as well as the Indonesia Internet Governance Forum (ID-IGF). Please allow me to deliver notes from my colleagues in Indonesia, who are very happy and passionate about the development of IGF globally, especially the National and Regional IGF (NRI). We from ID-IGF believe, that in order for the National and Regional IGFs to develop, apart from requiring action from local/regional multistakeholder, they also need continuous support from the IGF Global authorities. This support includes, among others, resources to ensure a meaningful and sustainable process of peer learning between NRIs occurs.Another form of support that is also needed is the continuous effort for convincing the local/regional NRI multistakeholder about the role and position of the IGF as an important medium in finding solutions and mutual agreements to face the challenges and dynamics of Internet governance.

    This effort is for example by having an official onsite bilateral meeting between the Global IGF authority or well-known experts with multistakeholder in certain countries or key regions, for delivering the IGF spirit and key message, especially to the respective government and parliament members. This could be a significant effort between each two annual global IGF events.

    Meanwhile, ID-IGF, assisted by Chengetai and Anja, recently successfully initiated the South East Asia IGF (SEAIGF) which was conducted in a hybrid manner in Bali, in September 2021. We hope this can be a good example for our NRI friends to carry out similar initiatives. Nevertheless, until now we have not received any commitments yet from our neighbors to carry on the initiative as the next host country. Perhaps because they still have to deal with the COVID-19 pandemic or maybe a stronger and persistent effort is still needed to increase the sense of the importance of the dialogues in the region.

    However, as for Youth ID-IGF, we are currently strengthening the involvement in the regional discussions, especially to prepare for the IGF Youth Track. It is a series of workshops on several regional agendas and the preparation of the Asia Pacific Youth IGF in Singapore.

    Regarding the regional Internet governance activities, a number of Indonesian multi-stakeholders also warmly welcome the next coming Asia Pacific regional IGF in mid-September 2022. Based on our knowledge, a number of stakeholders in Indonesia, for example, CSO Common Room and ICT Watch, have submitted proposals and optimistically will attend onsite.

    It is hoped that ID-IGF and other relevant NRI stakeholders can conduct bilateral and multilateral dialogues during the event, to exchange ideas and share experiences to strengthen collaborative activities.

  • Beberapa keypoint rapat hari 1: Perlunya keterlibatan government and parliament dalam dialog tata kelola Internet, sehingga secara “politik” IGF bisa mendapat porsi perhatian yang lebih baik. Kemudian perlu adanya pengukuran atas suatu kegiatan yang dilakukan oleh IGF, sehingga bisa memantau progres dan dampaknya. Dibahas pula tentang bagaimana memastikan kegiatan IGF yang bersifat hybrid (onsite dan online) bisa tetap memberikan engagement yang bermakna. Dinamika tentang Global Digital Compact menjadi sorotan khusus dan disampaikan berulang oleh sejumlah peserta rapat. Perwakilan dari UNESCO menyampaikan bahwa pihaknya segera mengimplementasikan mekanisme asesmen terkait ethical framework untuk artificial intelligence (AI). Perwakilan United Nations Institute for Disarmament Research menyampaikan bahwa pihaknya tengah melakuan peningkatan kapasitas organisasi regional guna antisipasi potensi insiden siber yang dapat memicu krisis atau ketegangan politik, dengan mencoba memahami perangkat kebijakan seperti apa yang ada di tingkat regional untuk dapat menangani insiden siber transnasional.
  • Beberapa keypoint rapat hari 2: Dilakukan pembahasan oleh IGF MAG Member untuk memilah dan memilih dari 246 proposal workshop, untuk kemudian terpilih masuk sebagai agenda workshop dalam IGF 2022 di Eithopia. Sub tema workshop: Connecting All People and Safeguarding Human Rights, Avoiding Internet Fragmentation, Governing Data and Protecting Privacy, Enabling Safety, Security and Accountability, dan Addressing Advanced Technologies, including AI. Pre-evaluation Statistic bisa dilihat. Selain itu juga dilakukan diskusi informal dengan Amrita Choudhury, Program Committee Member APrIGF, tentang ajakan kepada multistakeholder Indonesia dan sekilas update tentang APrIGF 2022 di Singapura. Disampaikan bahwa setidaknya dua CSO Indonesia, CommonRoom dan ICT Watch telah mengajukan proposal workshop. Diskusi kemudian dengan dengan Meelis Tigimae, Counsellor Cyber Diplomacy Department, Kemenlu Estonia. Estonia adalah salah satu negara yang keamanan sibernya paling paten, mengungguli sebagian besar negara-negara di dunia dalam Global Security Index. Disampaikan tentang pentingnya sejumlah negara, termasuk Indonesia, untuk meningkatkan kewaspadaan terkait keamanan digital, mengacu pada eskalasi situasi keamanan dan politik global. Kemudian diskusi dengan Anja Gengo, Associate Programme Expert / National and Regional IGF Initiatives, Global IGF. Diskusi tentang penguatan NRI secara umum, dan khususnya update kondisi Indonesia. Disarankan untuk terus memperkuat peran anak muda dalam proses-proses dialog tata kelola Internet. Bisa dimulai dengan sebagai notulen atau pelapor jika ada workshop-workshop, kemudian secara gradual menjalankan fungsi-fungsi yang lebih krusial.
  • Beberapa keypoint rapat hari 3: Telah disepakati oleh IGF MAG Member sejumlah proposal workshop yang akan masuk sebagai agenda workshop dalam IGF 2022 di Eithopia. Diskusi dilanjutkan dengan membahas main sessions, parliamentary track, high-level leaders track, youth track dan newcomers track. Beberapa catatan dari floor yang dapat dihighlight: concern minimnya (atau tidaknya) topik terkait online harrasment. Padahal 73% jurnalis wanita dilecehkan secara online, dan 20% di antaranya benar-benar dilecehkan di kehidupan nyata. Topik lain yang dianggap belum terakomodir, padahal penting, adalah tentang responsible leadership. Ini adalah topik tentang bagaimana kita, khususnya anak-anak, memahami bahwa mereka memiliki kekuatan di ujung jari mereka ketika menggunakan teknologi digital. Membangun, atau menghancurkan dunia, benar-benar hal yg terkait dengan pemahaman tentang membentuk masa depan. Kemudian juga topik terkait gender debat / discussions tidak terwakili secara baik dalam proposal yang ada. Lalu secara informal, berdiskusi dengan Marielza Oliveira, Director for Partnership and Operational Programme Monitoring, UNESCO. Diskusi terkait dengan pentingnya mulai membahas sisi lain dari AI, khususnya dari debat tentang etika dan dampaknya pada penerapan hukum. Sumber daya pengetahuan tentang debat etika dan hukum terkait AI sudah tersedia di https://en.unesco.org/artificial-intelligence/ethics. Juga dimungkinkan untuk melakukan koordinasi lebih lanjut jika ingin melokal-bahasakan konten tersebut. Diskusi informal juga dilakukan dengan Jutta Juliane Meier, Founder/ CEO Identity Valley, terkait tentang pentingnya memberikan pemahaman tentang digital responsibility kepada stakeholder lain, semisal di bidang pangan, kesehatan, transportasi  dan industri lain yang berpengaruh langsung kepada kehidupan masyarakat sehari-hari. Adapun digital responsibilty yang dimaksud adalah 7 poin: digital literacy, cybersecurity, privacy, data fairness, trusworthy algoritms, transparancy dan human agency & identity.

  • 25- 29 November 2019, Berlin (silakan diklik, artikel ditulis oleh Donny B.U)

  • Juni 2019, Berlin (silakan diklik, link artikel ditulis oleh Donny B.U)

Comments are closed.