(Jakarta, 20 Juni 2024). Perkembangan Kecerdasan Artifisial (AI) membawa beragam dampak manusia. Khususnya dalam konteks ketenagakerjaan. Agar AI tetap dapat memberikan manfaat bagi dunia kerja, maka perlu adanya tawar-menawar kolektik (collective bargaining) antara para pekerja, korporasi dan penyedia teknologi AI.
“Memastikan AI dapat membawa kesejahteraan bagi umat manusia, maka perlu ada kebijakan yang serius terkait ketenagakerjaan yang dilakukan melalui collective bargaining”, demikian ditegaskan oleh Celeste Drake, Deputi Direktur Jenderal International Labour Organisation (ILO) – PBB, dalam acara Artificial Intelligence and Implications on the Indonesian Labour Market Forum, di Jakarta, Kamis (20/6/2024).
ILO, organisasi PBB yang fokus mengurusi soal ketenagakerjaan tersebut juga memberikan sejumlah pra-kondisi tambahan, guna memastikan AI tidak lantas justru “mengancam” lapangan kerja yang ada. “Perlu ada upaya untuk memastikan digital skill dan lifelong learning bagi para tenaga kerja, untuk kemudian dapat memanfaatkan teknologi AI,” ujar Celeste dalam acara yang dihadiri pula oleh ICT Watch tersebut atas undangan ILO – Jakarta.
Ditambahkan pula bahwa tata kelola yang memadai terkait penggunaan AI dalam dunia kerja juga perlu ada. “AI mana yang bisa digunakan dan mana yang jangan digunakan, perlu ada tata kelolanya,” tegasnya. Menurutnya, dengan tata kelola AI yang memadai, maka dapat dilakukan langkah antisipasi untuk meminimalisir terjadinya diskriminasi terhadap tenaga kerja terkait digunakannya teknologi AI atau rekomendasi yang dihasilkan olehnya.
ILO memang tengah menelaah secara mendalam dan berkelanjutan tentang apa dan bagaimana teknologi AI dapat mendisrupsi bidang ketenagakerjaan. Hal tersebut semisal tentang bagaimana praktik manajemen algorirma yang sering dikaitkan dengan efisiensi dan efektifitas kerja, seperti sistem pemeringkatan, pengawasan dan kontrol melalui perangkat pelacakan, pencatatan jam kerja secara online, penggunaan beragam bentuk pekerjaan, dan sebagainya.
Dalam sebuah studi yang masuk dalam ILO Working Paper 96 per Agustus 2023, ditunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan dan industri terpapar AI hanya pada pada otomatisasi dan lebih cenderung “melengkapi” ketimbang “mengganti” dengan teknologi AI Generatif terbaru, seperti chatGPT. Oleh karena itu, menurut ILO, dampak terbesar dari teknologi AI ini kemungkinan besar bukan pada hilangnya lapangan kerja, melainkan potensi perubahan pada kualitas pekerjaan, terutama intensitas dan otonomi kerja.
*) Artikel ini pernah dimuat oleh Detikcom