Notulensi Kegiatan
Roundtable Discussion
DIGITAL LITERACY FOR ALL: FOSTERING RESPONSIBLE SOCIAL MEDIA
Selasa, 27 Februari 2018
Hotel Pullman Thamrin – Jakarta, 09.00-12.00
Dalam rangka penyelenggaraan Hari Internet Aman dengan tema: “Create, connect and share respect: A better internet starts with you”, Facebook dan Yayasan Cinta Anak Bangsa telah menyelenggarakan sebuah diskusi roundtable tentang literasi digital bertema “Digital Literacy for All: Fostering Responsible Social Media”. ID-IGF ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini sebagai salah satu komunitas yang berbentuk forum yang beranggotakan multistakeholder yang memberikan masukkan dari berbagai sudut pandang dan berkaitan dengan acara dan diharapkan dapat berkolaborasi dengan komunitas lainnya juga dengan Facebook itu sendiri.
Kegiatan ini merupakan wadah komunikasi diantara berbagai pemangku kepentingan untuk menjaga platform yang aman bagi masyarakat untuk tetap bisa berbagi dan terhubung. Kegiatan ini merupakan acara puncak dari program pelatihan literasi digital yang telah dilaksanakan di 100 SMA kepada 11.000 pelajar di Jakarta, untuk menambah keterampilan berpikir kritis dan menumbuhkan rasa empati generasi muda ketika menggunakan media sosial.
Adapun beberapa masukan dalam diskusi roundtable ini antara lain:
- Boyke Dimas (YCAB): Mengapa anak muda? Karena the next generation merupakan tulang punggung bangsa maka harus dipersiapkan serta fokus pada critical thinking, empathy dan berbuat bijak. Selagi kita masih dapat melakukan hal yang positif, let’s do it! Keluarga merupakan hal yang penting tapi banyak anak muda yang melupakan hal tersebut.
- Deddy Permadi (GNLD Siberkreasi): Dunia digital memiliki potensi yang cukup besar bagi perkembangan psikologi anak yang tidak baik, ini merupakan hasil riset dari KPPA. Kita takut pemimpin Indonesia yang akan datang tidak normal karena anak-anak sekarang memiliki psikologi yang tidak baik. Apa efek dari anak-anak yang ketergantungan game/gadget online?? Selain itu, 41-50% remaja di Indonesia pernah mengalami cyberbullying. Ada 1,2 juta situs porno yang ditangkap oleh AIS (Kominfo) yang beredar internet Indonesia. Semua yang kita hadapi tidak bisa membuat kita menunggu lagi. Pekerjaan yang paling penting untuk masa yang akan datang adalah: menjadi seorang ayah (orang tua), keluarga menjadi kunci agar anak dapat menghadapi revolusi industry (digital).
- Valentina Gintings (Kementerian PPPA): dari 2000 anak hanya 1-2% yang belum pernah melihat konten pornografi. Gadget mereka gunakan untuk: main game online, mencari cara untuk bagaimana mendapatkan kembai konten yang sudah diblokir.
- Ruben (Facebook): FB merupakan perusahaan yang masih relatif muda tapi penggunananya semakin tua dan Instagram merupakan dibawah payung facebook. 1,2 miliar active user facebook, 1,1 miliar whatsapp. Socmed platform sangat banyak, kita ingin memastikan bahwa pengguna platform kita secara optimal tapi kita mempunyai tanggung jawab agar pengguna semakin bijak. Isu literasi digital sangatlah luas. Banyak pengguna fb tapi tidak sadar kalo kta bisa adukan konten yang negative. Facebook mempunyai standar komunitas dan pornografi tidak masuk ke dalam facebook.
- Diena (Yayasan Sejiwa): Ada 2 masalah: orang tua belum mengerti apa yang terjadi di dunia digital ini. Kesenjangan dalam pemahaman orang tua dalam melindungi anak, antara ortu yang high educated dan low educated. Bagaimana memberdayakan anak untuk melakukan hal positif? Kita juga harus memberdayakan ortu.
- Dede (ECPAT Indonesia): Jaman sekarang, semua perubahan terjadi di internet. Keterlibatan orang tua harus sampai di level teknis seperti fitur pengamanan di browser atau cara mencegah agar hape tidak otomatis mendownload konten negative. Bagaimana sosial media dapat mengedepankan tumbuh kembang anak secara positif
- Gerald (Kok Bisa): Konten edukasi yang muncul di Indonesia kebanyakan tidak menarik. Bagaimana kalo kita banjirin konten2 kita dengan konten positif. Contoh konten edukasi yang baik adalah: social experiment. Kita tidak pernah menghargai konten positif karena kebanyakan tidak menyebar, seharusnya kita lebih banyak apresiasi konten-konten positif.